Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan
adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara
biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut
agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat
campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan
aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Jenis-jenis kompos
Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut.
Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan tebu di pabrik gula.
-
Manfaat Kompos
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
Mengurangi volume/ukuran limbah
Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas
metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di
tempat pembuangan sampah
Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
-
- Rasio C/N
- Rasio C/N
yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga
40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N
untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba
mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila
rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
- Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang
tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar
kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk
menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan
mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan
kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
- 2. Ukuran Partikel
- Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara.
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba
dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran
partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk
meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran
partikel bahan tersebut.
- 3. Aerasi
- Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi
peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang
lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh
porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat,
maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak
sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau
mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
- 4. Porositas
- Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume
total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan
mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh
air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga
akan terganggu.
- 5. Kelembaban (Moisture content)
- Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay
oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan
organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%,
aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi
pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan
tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan
menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak
sedap.
- 6. Temperatur/suhu
- Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung
antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi
temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat
pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat
pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi
dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik
saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh
mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
- 7. pH
- Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH
kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses
pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH
bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara
temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman),
sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen
akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang
sudah matang biasanya mendekati netral.
- 8. Kandungan Hara
- Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya
terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
- 9. Kandungan Bahan Berbahaya
- Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya
bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel,
Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat
akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
- 10. Lama pengomposan
- Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan
berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos
benar-benar matang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar